OASE PERIKANAN

OaSE Perikanan adalah dokumentasi obrolan sosial perikanan, yang bisa disimak isidental di channel Youtube Suadi

Wanita Dibalik Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Samudera

Pembincangan kali ini menghadirkan Bu Imas Masriah, Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Diskusi ini membahas tentang sejarah, pengelolaan, serta masa depan pelabuhan yang telah beroperasi sejak tahun 1951 dan diresmikan pada tahun 1994.

Bu Imas, yang bertugas di pelabuhan sejak tahun 2020, menggambarkan tantangan dan pencapaian selama masa jabatannya. Sebelumnya, bu Imas memiliki pengalaman di pelabuhan lain dan mencatat bahwa dia merupakan kepala pelabuhan perempuan pertama yang beroperasi di lingkungan yang didominasi oleh laki-laki.

Diskusi terutama membahas peran pelabuhan dalam mendukung industri perikanan dan ekonomi lokal. Dibahas juga tentang bagaimana pelabuhan ini beradaptasi dan tumbuh, termasuk peningkatan jumlah kapal dari 200 kapal pada tahun 2020 menjadi hampir 1000 kapal sekarang. Bu Imas juga menjelaskan pentingnya pelabuhan dalam menyediakan fasilitas satu atap yang memudahkan para nelayan dalam mengurus perizinan dan kebutuhan lain tanpa harus pergi ke berbagai tempat.

Selain itu, pelabuhan berperan sebagai hub yang mengintegrasikan berbagai fungsi pengelolaan sumber daya perikanan, dari pra-produksi hingga pasca-produksi. Fasilitas ini tidak hanya sebagai tempat pendaratan ikan tetapi juga mengelola kualitas dan distribusi produk perikanan untuk memastikan bahwa ikan yang dijual memenuhi standar kualitas yang ditetapkan.

Terakhir, diskusi tersebut juga mengarah pada rencana masa depan dan visi untuk menjadikan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap sebagai pelabuhan terbesar di Indonesia. Hal ini melibatkan pengembangan infrastruktur lebih lanjut dan peningkatan kemampuan pelabuhan dalam mendukung kegiatan ekspor yang akan meningkatkan kontribusi pelabuhan terhadap ekonomi lokal dan nasional.


Angkringan MSA UGM – Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Pantai – SADENG

Di podcast kali ini disajikan permbincangan dengan beberapa dosen di Program Studi Manajemen Sumberdaya Akuatik (MSA) dari Departemen Perikanan Fakultas Pertanian UGM. Diskusi membahasa Pelabuhan Perikanan Sadeng di Gunungkidul, Yogyakarta, yang menjadi barometer penting perikanan tangkap di wilayah ini. Pelabuhan ini, beroperasi sejak 1992, memiliki peran signifikan dalam transformasi ekonomi lokal dari kegiatan berbasis darat ke arah lautan.

Pak Djumanto, ketua program MSA UGM, berbagi bahwa potensi perikanan di wilayah pengelolaan perikanan 573 sangat besar, bahkan bisa mencapai 28.000 ton per tahun di sekitar selatan DIY dan sekitarnya, namun saat ini produksi hanya mencapai 6.000 ton. Beliau menekankan perlunya peningkatan infrastruktur pelabuhan untuk mendukung kapal yang lebih besar dan meningkatkan produksi perikanan. Pembangunan pelabuhan baru juga dilakukan di Jogja, yaitu di Pantai Gesing dan diharapkan dapat membantu mencapai target produksi ini.

Diskusi juga menyentuh potensi ikan di selatan Jawa, dimana berbagai jenis ikan pelagis dan demersal bisa dikembangkan lebih lanjut. Pak Eko Setiobudi, dosen dan peneliti pada program studi yang sama mencatat bahwa Sadeng memiliki variasi hasil tangkapan yang bisa memenuhi kebutuhan pasar lokal dan internasional, termasuk ikan layur yang diekspor.

Fokus terakhir adalah pada pemanfaatan big data dalam pengembangan sektor perikanan. mas Riza, ahli oseanografi perikanan, mengusulkan peningkatan pemafaatan data spasial dalam peta sumberdaya untuk pengelolaan perikanan. Mengidentifikasi jenis ikan yang lebih komersial juga menjadi topik yang dibahas, dengan harapan memaksimalkan potensi yang belum tergali.

Secara keseluruhan, perbincangan menekankan pentingnya infrastruktur yang memadai, potensi ikan yang belum tergali, dan pemanfaatan teknologi dalam mengoptimalkan produksi dan pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia.


Angkringan MSA UGM – MBKM Pengelolaan Pelabuhan Perikanan

Perbincangan kali ini membahas pengalaman mahasiswa dari Program Studi Manajemen Sumberdaya Akuatic UGM selama mereka mengikuti kegiatan Merdeka Belajar di Pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng, Gunungkidul. Mereka menjalani kegiatan praktik di lapangan sebagai bagian dari program MBKM, yang bertujuan untuk mendalami pengalaman lapangan dan memahami bagaimana pengetahuan teoritis yang diperoleh di kampus dan prakteknya di lapangan. Selama pembelajaran di kampus, mahasiswa merasa mendapatkan teori dan keterampilan yang masih terbatas, apalagi sebagian hanya melalui metode pembelajaran online, tetapi kegiatan di lapangan memberikan mereka kesempatan untuk menguji dan memperdalam keterampilan tersebut secara langsung.

Mahasiswa mendiskusikan perbedaan antara teori yang diajarkan di kelas dengan situasi nyata di lapangan, mengungkapkan berbagai kendala yang mereka temui, dan cara mereka mencari solusi. Pengalaman ini dianggap sangat berharga karena memberikan pengalaman praktis atas apa yang telah mereka pelajari dan menunjukkan pentingnya pembelajaran langsung di lapangan. Aktivitas di pelabuhan, seperti mengurus izin keberangkatan kapal dan belajar tentang operasional kapal, memberikan wawasan praktis yang tidak bisa didapat hanya dari studi di kelas.

Beberapa mahasiswa juga menyampaikan tantangan pribadi dan sosial yang dihadapi selama program ini, termasuk rasa kesepian karena jarak yang jauh dari keramaian. Meskipun ada beberapa pengalaman yang kurang mengasikkan, banyak yang merasa kegiatan ini sangat bermanfaat. Mereka menekankan pentingnya kegiatan lapangan dalam membantu mehamami teori dan jarak antara teori dengan praktik nyata.

Di akhir diskusi, mahasiswa memberikan saran untuk peningkatan program di masa depan dan menekankan pentingnya program tersebut bagi pengembangan keterampilan praktis. Mereka mengungkapkan keinginan agar lebih banyak mahasiswa bergabung dengan program ini di masa mendatang, mengingat manfaat besar yang diperoleh dari pengalaman langsung di lapangan.


Angkringan MSA UGM – Pelepasliaran Sidat

Perbincangan kali ini membahas isu-isu perikanan dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan. Sambil melakukan pelepasliaran ikan di Sidat, tim dari Departemen Perikanan UGM berkolaborasi dengan PT STP berbincang tentang persoalan sidat, yang tren populasinya menurun akibat penurunan kualitas lingkungan sungai, dan upaya peningkatan stok.

Perbincangan banyak membahas pentingnya menjaga kualitas air dan fungsi sungai, seperti menyediakan air bersih dan menjaga biodiversitas, terutama ikan air tawar. Para narasumber menyoroti berbagai fungsi ekologis sungai, termasuk sebagai sarana remediasi polusi dan pelestarian keberlanjutan biodiversitas.

Kolaborasi dengan sektor swasta juga ditekankan, sebagai contoh yang dilakukan dengan STP, yang turut berperan dalam konservasi lingkungan. Sinergi antara sektor swasta, perguruan tinggi, dan komunitas dalam menjaga dan mengembangkan ekosistem sungai menjadi salah satu aspek keberhasilan konservasi sumberdaya.


Pantai Baron – Model Sinergi Kegiatan Kenelayanan & Pariwisata

Kali ini perbincangan dilakukan di Pantai Baron, Gunungkidul, dengan narasumber utama, Pak Sumardi, tokoh nelayan setempat. Perbincangan melibatkan beberapa partisipan, termasuk akademisi dan mahasiswa, yang tengah melakukan penelitian di lokasi ini.

Sejak awal 1980an, kegiatan perikanan di Baron terus berkembang, dengan peningkatan jumlah kapal yang kini mencapai 65 unit. Selama pandemi COVID-19, aktivitas perikanan tetap berjalan dengan hasil tangkapan yang melebihi target, menunjukkan ketangguhan komunitas nelayan. Hasil utama nelayan meliputi berbagai jenis ikan, termasuk lobster, ikan bawal dan ikan jenis lainnya.

Nelayan di Baron juga menghadapi beberapa tantangan, seperti keamanan parkiran kapal yang belum memadai, khususnya saat kondisi cuaca buruk. Mereka berharap pemerintah dapat menyediakan solusi untuk meningkatkan kondisi parkir kapal sehingga kegiatan perikanan dapat berjalan lebih lancar.

Pak Sumardi menyoroti bahwa ada harapan besar pada generasi muda, terutama dengan adanya siswa dari SMK Kelautan yang diharapkan akan melanjutkan tradisi perikanan di daerah tersebut. Diskusi juga menyinggung potensi sinergi antara pariwisata dan perikanan, yang bisa saling menguntungkan. Wisata kuliner, khususnya makan siang dengan menu hasil laut segar, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Perbincangan di Pantai Baron ini banyak menekankan pentingnya pengembangan perikanan yang berkelanjutan dan integrasi dengan sektor pariwisata untuk mendukung perekonomian lokal. Terdapat optimisme bahwa nelayan dan pariwisata dapat tumbuh bersama, membawa kemajuan bagi komunitas Baron.


Perbincangan Kepala BIG Bersama WD Faperta UGM, Kepala Bappeda Teluk Bintuni, & SRI (Empat Sekawan)

Perbincangan ini dilakukan di Teluk Bintuni, salah satu sentra perikanan Indonesia, dan kini juga menjadi sumber gas utama di Indonesia. Teluk ini unik karena memiliki kedalaman yang memadai untuk kapal besar dengan kedalaman maksimal 20 meter saat pasang dan 12 meter saat surut. Meskipun pengembangan pelabuhan potensial, masih ada kendala dalam hal logistik dan manuver kapal.

Obrolan ini juga membahas konservasi mangrove di Teluk Bintuni, yang memiliki peranan vital dalam ekosistem perikanan. Teluk ini memiliki porsi mangrove nasional sebesar 10%, yang memiliki korelasi langsung dengan keberadaan ikan. Perlunya survei dan informasi geospasial lebih lanjut ditekankan untuk mendukung konservasi dan pengelolaan sumber daya alam.

Aspek penting lainnya yang dibahas adalah industri perikanan dan potensinya dalam ekonomi lokal. Dikatakan bahwa pembinaan dan pengelolaan perikanan yang efektif dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. Namun, terdapat tantangan dalam hal pengelolaan data dan informasi yang berujung pada penanganan yang tidak efisien dalam praktiknya.

Para narasumber menekankan pentingnya integrasi kebijakan dan kerjasama antar lembaga untuk memaksimalkan potensi ekonomi dari industri perikanan dan konservasi alam. Adanya peraturan yang mengatur kewenangan lokal dan nasional juga menjadi pokok pembahasan, dengan harapan bahwa perbaikan dalam pengelolaan sumber daya alam dan perikanan dapat terwujud melalui kerjasama yang efektif dan kebijakan yang adaptif.


Angkringan MSA – Konservasi Mangrove Berbasis Masyarakat (Baros)

Obrolan kali ini mengangkat topik penting tentang pengembangan dan konservasi ekosistem mangrove di desa Tirtohargo, Bantul, yang diinisiasi oleh pemuda lokal. Narasumber utama, Pak Probo, menjelaskan bagaimana kawasan mangrove ini dikembangkan dengan dukungan dan keaktifan kelompok pemuda setempat. Kontribusi kelompok pemuda, yang dinamakan KP2B, menjadi kunci keberhasilan mengembakan kawasan mangrove sekitar lima hektar. Hal ini juga didukung kemampuan kerja sama mereka dengan berbagai lembaga, termasuk perguruan tinggi dan lembaga mitra lainnya.

Obrolan juga menyetuh upaya Departemen Perikananm bersama dengan masyarakat Tirtohargo dalam menyediakan fasilitas seperti gardu pandang dan gazebo, serta mendukung kegiatan penghijauan dan penanaman mangrove. Departemen Perikanan UGM juga menunjukkan kekaguman atas inisiatif pemuda yang menjadi penggerak dalam pengelolaan mangrove, sebuah langkah langka dari kelompok anak-anak muda.

Area mangrove ini telah ditetapkan sebagai zona konservasi, sesuai dengan peraturan zonasi kawasan konservasi pesisir. Ini menunjukkan pentingnya area tersebut dalam konservasi lingkungan dan keberlanjutan ekologis.

Aspek kunci dalam pengembangan kawasan berbasis masyarakat, seperti yang dibahas, adalah pemahaman mendalam oleh masyarakat setempat tentang apa yang dibutuhkan untuk lingkungan mereka. Ini menciptakan potensi besar untuk keberhasilan, karena inisiatif sering kali berasal dari mereka yang langsung terlibat dan terdampak oleh kondisi lokal. Juga dibahas pentingnya partisipasi berkelanjutan dan dorongan dari berbagai pihak untuk memastikan pengembangan yang berhasil dari kawasan konservasi.

Keterlibatan pemuda dan kolaborasi lintas sektor dalam menjaga dan mengembangkan kawasan mangrove menjadi kunci penting keberhasilan konservasi..


Angkringan MSA – Bincang-Bincang bersama Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Aquatik UGM

Obrolan kali ini dilakukan di Pantai Baru dekat Pantai Kuwaru, Bantul, dengan staf Pengajar di program studi MSA Departemen Perikanan UGM. Pembicaraan kali ini seputar strategi untuk mengembangkan perikanan di pesisir selatan. Salah satu pembicara, Pak Kaprodi, Prof. Djumanto, memaparkan bahwa kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian telah banyak dilakukan di Pantai Selatan, termasuk di pantai ini dan Pantai Baros, untuk meningkatkan potensi wisata dan pengembangan masyarakat setempat. Di Baros misalnya disoroti pentingnya penanaman mangrove dan kegiatan pelestarian yang telah dilakukan untuk mendukung keanekaragaman hayati dan perekonomian lokal.

Obrolan banyak mengarah pada perlunya memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan dan memperkuat kapasitas masyarakat lokal melalui pendampingan dan pendidikan. Salah satu topik utama adalah transisi masyarakat dari kegiatan darat ke laut yang membutuhkan waktu dan pendampingan intensif.

Dalam konteks penelitian, penggunaan big data dan teknologi prediktif diangkat sebagai cara untuk mengoptimalkan waktu dan lokasi penangkapan ikan. Narasumber juga membahas pentingnya mempertahankan keanekaragaman jenis ikan dan memanfaatkan potensi ekonomi dari spesies seperti ikan layur, yang sebagian besar diekspor.

Diskusi juga menyoroti pentingnya konservasi dan pengelolaan sumber daya pesisir dengan bijak untuk mencegah kerusakan ekosistem akibat aktivitas pariwisata yang meningkat. Peran perguruan tinggi dalam menginformasikan kebijakan dan mengembangkan sektor ini melalui pemanfaatan data dan teknologi terkini menjadi sorotan.

Para dosen ini menggarisbawahi pentingnya kerja sama antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat lokal dalam mengembangkan perikanan dan konservasi di Pantai Selatan, dengan pendekatan yang memadukan pendidikan, teknologi, dan partisipasi masyarakat untuk mencapai keberlanjutan dan pemberdayaan ekonomi yang efektif.


Karena bersama lebih utama.

Silakan Galeri Saya dapat diakses di Instagram ID: @suadi