Category: Uncategorized

  • Central Mecca Fish Market: Tak Diduga Ada pasar ikan dan Bisa Berkunjung (cerita haji)

    Central Mecca Fish Market: Tak Diduga Ada pasar ikan dan Bisa Berkunjung (cerita haji)

    Pasca Armuzna atau Armina (Arofah, Mudzdalifah dan Mina) sebagai rangkaian prosesi puncak ibadah haji, tidak sengaja waktu naik bis solawat dari hotel ke masjidil haram, terlihat tulisan cukup mencolok dari atas jembatan layang,  Central Mecca Fish Market (pasar ikan sentral kota Makkah). Wah, seperti mengingatkan bahwa setiap bertandang ke suatu kota agar tidak melewatkan yang namanya pasar tradisional, khususnya pasar ikan.

    Kesampaian juga, pagi itu, berdua istri, berjalan 20an menit dari hotel kami di area Jarwal ke pasar tersebut. Sayang pasar belum buka, tetapi juga ada untungnya kesana jadi bisa keliling pasar sekitar, yang juga ternyata adalah pasar buah, sayuran, dan aneka kebutuhan pokok.

    Penasaran pagi gagal melihat aktvitas pasar ikan, malam selepas isya kami kembali lagi. Dan akhirnya menemukan aktivitas pasar yang menarik. Komunikasi awal dengan pedagang terkait cara bertransaksi dapat dikatakan gagal, namun hanya sekadar tebakan, ya lumayan tebakan mendekati benar?. Beruntung bertemu sahabat muslim dari Afrika yang baru rampung berbelanja dan ternyata berbahasa Inggris sangat fasih menjelaskan cara bertransaksi di pasar tersebut. Akhirnya kami kembali ke lapak yang pertama yang kami datangi. Jadilah kami bertransaksi dan mendspatkan kira-kira Satu ekor kerapu sunu dan 1/2 kg udang putih.

    Nah, setelah beli ikan segar lalu bagaimana agar segera bisa disantap? Ternyata pasar ikan ini memiliki sistem yang unik. Pertama, anda datang ke toko atau lapak ikan, yang semua lapaknya bersih kinclong dan dengan sistem rantai dingin yang baik, lalu pilih ikan yang disukai. Saya coba tanya harga beberapa jenis ikan, lalu ditunjukan angka harganya dengan kalkulator☺️, saat itu harga untuk beberapa jenis ikan berkisar 14-25 real.  Setelah ikan dipilih dan dibayar, selanjutnya kami harus membawa ikan tersebut ke bagian pembersihan ikan. Entah apa yang ditawarkan, saya hanya bilang “clean” dan dia bilang biayanya 4 real. Setelah ikan dibersihkan, kami membawa ikan yang telah dibersihkan ke bagian masak memasak, yang ada di los bagian paling depan dari pasar ini. Saya hanya pesan dimasak dan ternyata digoreng, dan biaya masaknya 5,6 real.

    Jadilah kami menikmati masakan ikan khas kota Makkah. Setelah sedikit berselancar di bagian lainnya, ternyata ada juga resto ikan, yang menyajikan ikan segar dan dapat dimasak untuk disantap di tempat. Untuk yang di pasar ikan, pembeli datang memarkir kendaraan di depan pasar, membeli ikan cukup banyak, dibersihkan dan dimasak di bagian masak baru dibawa pergi. Nampaknya pembeli yang datang membeli volume besar, tentu tidak seperti kami. Sistem yang menarik…

    #ayomakanikan☺️

     

  • Untitled post 4

     
     
     
     

    Posted by Picasa
    Let`s share knowledges, sciences, and experiences
    Technology, Partnership & Equality
  • Hand in hand

    Hand in hand

    gotong royong

    Let`s share knowledges, sciences, and experiences
    Technology, Partnership & Equality
  • Apa itu komunitas? (Kutipan)

    They could not put a roof over their heads without the cooperation of others. They could not get in their harvests without the help of others. They could not deliver their children or doctor their sick without good relations with others. They had no savings system except investments in goodwill with others. They had no welfare or old age protection but the assistance of others. They had no public safety or defense against human enemies and natural disaster but the collaboration of others. (Encyclopedia of Community)

    Let`s share knowledges, sciences, and experiences
    Technology, Partnership & Equality
  • Menuju Setengah Abad Baru – Golden Year of Friendship 2008 Indonesia-Japan

    Berbagai perayaan masih terus berlangsung memasuki setengah abad hubungan persahatan Indonesia-Jepang. Judul tulisan di atas adalah salah satu tema dalam poster yang dibuat oleh Panitia 50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia Jepang. Seperti telah diketahui, Indonesia dan Jepang pada tanggal 20 Januari 1958 menandatangai satu perjanjian damai dan menandai perbaikan hubungan kedua negara.

    Memasuki setengah abat hubungan diplomatik/ekonomi tersebut, telah disepakati pembukaan kerjasama baru, yang diberi nama “JIEPA” (Japan-Indonesia Partnership Agreement). JIEPA telah bergulir sejak awal kepemimpinan SBY dan hari ini, tanggal 1 Juli 2008 kesepakatan tersebut mulai berlaku. Tentu saja, mulai hari ini list barang/komoditi yang termasuk dalam kelompok A seperti tertera dalam Artilce 20 kesepakatan JIEPA akan gratis masuk Jepang atau Indonesia. Untuk produk perikanan dan yang terkait dengan perikanan terdapat 51 komoditi yang termasuk dalam kelompok ini dengan 36 komoditi diataranya adalah hasil perikanan dan sisanya berupa alat produksi perikanan. Indonesia tentu bisa mengoptimalkan peluang pada 36 komoditi, sambil mempersiapkan peluang pasar yang terus terbuka dengan biaya masuk nol 10-15 tahun mendatang.

    Memasuki era baru hubungan kedua negara dalam perikanan, saya mencoba membuat kilas balik dalam sektor perikanan selama lima dekade terakhir. Untuk selengkapnya silakan baca Inovasi yang terbit hari ini (http://io.ppi-jepang.org). Semoga berguna

    Let`s share knowledges, sciences, and experiences
    Technology, Partnership & Equality
  • Karena BBM, Perahupun disandarkan

    Harga minyak dunia yang terus meningkat dan melampui angka US$140 per barel dalam hari-hari terakhir semakin memberikan pukulan berat bagi sektor perikanan. Apalagi telah diketahui bahwa 40-50% biaya operasional kapal ikan adalah untuk bahan bakar. Di Jepang, lebih dari 200.000 kapal ikan berencana untuk tidak melaut pada tanggal 15 Juli mendatang sebagai ungkapan protes terhadap kenaikan harga harga BBM dan upaya mendapatkan dukungan pemerintah atas permasalahan yang dihadapi nelayan (Asahi Shinbun 26/6/08). Seminggu sebelumnya juga telah dilaporkan oleh banyak media tentang berhenti beroperasinya 3.000 kapal penangkap cumi selama dua hari sebagai protes atas permasalahan tersebut. Protes dengan cara yang yang lebih kasar juga telah dilakukan oleh nelayan Perancis, yaitu dengan memblokade pelabuhan dan depot BBM (Reuters, 25/6/2008). Riak kenaikan harga minyak dunia nampak akan terus meluas dibanyak tempat, apalagi dalam waktu mendatang sangat dikhawatirkan harga minyak akan menyentuh US$ 200 per barel.

    Industri perikanan di tanah airpun sudah barang tentu menghadapi dilemma yang sama. Namun demikian, tidak banyak pilihan yang dapat dilakukan oleh nelayan kita kecuali tetap melaut. Memilih protes dengan mensandarkan perahu seperti yang dilakukan oleh nelayan Jepang sama artinya dengan kehilangan peluang pendapatan untuk menghidupi keluarga. Apalagi industri perikanan kita sebenarnya tidak hanya dihadapkan pada masalah kenaikan harga BBM, tetapi juga semakin sulitnya mencari ikan. Kondisi ini dalam jangka pendek tentu saja membuat pilihan strategi adaptasi menjadi semakin terbatas. Karena itu, peran pemerintah untuk menyediakan bahan bakar dengan harga yang dapat dijangkau oleh industri perikanan skala kecil/menengah yang merupakan 3/4 dari total industri perikanan nasional kita saat ini akan sangat dibutuhkan.

    Let`s share knowledges, sciences, and experiences
    Technology, Partnership & Equality
  • japan’s tuna fishing industry: A … – Google ブック検索

    Bagi yang tertarik dengan industri tuna Jepang. Buku ini mungkin sedikit banyak berguna. Selamat menikmati
    japan’s tuna fishing industry: A … – Google ブック検索

    Let`s share knowledges, sciences, and experiences
    Technology, Partnership & Equality
  • Menghindari Kemunduran Performa Perikanan

    Tampilan perikanan tahun ini menunjukkan gejala yang tidak mengembirakan. Ekspor perikanan mengalami penurunan luar biasa dari 926.478 ton pada tahun 2006 menjadi 480.281 tahun ini, atau turun lebih dari separuh capaian tahun sebelumnya. Dalam pandangan pemerintah kemunduran performa perikanan tahun ini merupakan imbas dari faktor eksternal perikanan seperti kebijakan kenaikan harga BBM, berkurangnya operasi kapal ikan asing, dan dampak aturan perdagangan global khususnya antibiotik pada industri budidaya udang. Pendapat seperti ini tentu saja menguatkan anggapan bahwa para pengambil kebijakan saat ini tetap kokoh pada keyakinannya bahwa sumberdaya ikan tersedia melimpah untuk pertumbuhan ekonomi. Sehingga tidaklah mengherankan dalam setiap wacana dan rencana pembangunan tahunan perikanan akan terbaca berbagai data target baik produksi maupun pendapatan yang selalu lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.

    Dengan memberikan prioritas utama pada komoditas terbatas yaitu udang, rumput laut, dan tuna, kebijakan revitalisasi perikanan sebenarnya tidak terlalu mendapat sokongan kuat dari industri nasional. Untuk komoditas udang, industri budidaya sangat tergantung pada spesies hasil introduksi khususnya Vanamei. Sementara dengan berbagai kelemahan mendasar pada struktur industri perikanan tangkap nasional, perikanan tuna menjadi tergantung pada investasi asing. Sayangnya untuk perikanan ini sangat sulit dibedakan antara yang berijin dengan yang yang tidak, antara yang legal dengan yang mencuri. Pemerintahpun menjadi dilematis dalam pengaturannya karena disatu sisi berharap sumbangan yang besar dari perikanan asing, disisi lain kebijakan memperketat ijin secara langsung berimbas pada berkurangnya kontribusi perikanan ini Dalam industri tuna juga muncul dilema lain yang cukup pelik seperti yang dipaparkan oleh Michael Heazle dan John G. Butcher (2007) dalam Jurnal Marine Policy yaitu pertarungan kepentingan antara para pencari keuntungan dari perikanan termasuk dari dalam tubuh kalangan militer dan birokrasi. Sementara permasalahan ketimpangan yang sangat mencolok pada struktur perikanan yang telah lama diketahui tidak banyak mendapat perhatian. Program pembangunan perikanan rakyatpun hanya didominasi oleh bantuan perahu, tambahan alat tangkat, dan proyek yang bermuara hanya pada pencapaian produksi perikanan.

    Faktor eksternal seperti yang dipaparkan pemerintah tidak dapat dipungkiri sangat memukul posisi industri perikanan, walau tidak secara keseluruhan menurunkan minat terhadap investasi perikanan. Dalam beberapa kasus ekspansi budidaya udang Vanamei semakin meluas di beberapa daerah. Jumlah armada perikanan tangkap juga mengalami pertumbuhan positif, seperti dalam periode 2001-2005 tumbuh mencapai 4.4% per tahun. Namun demikian, yang patut menjadi perhatian saat ini adalah faktor internal sumberdaya ikan. Faktor ini perlu mendapat porsi perhatian lebih besar karena pertumbuhan produksi ikan laut justru terus melambat akhir-akhir ini, jauh di bawah pertumbuhan kapal ikan. Dalam periode 2001-2005 produksi ikan hanya tumbuh 2,7% per tahun, atau terendah yang pernah dicapai dalam periode lima tahunan sejak 1961. Pada saat bersamaan penurunan dan kerusakan habitat sumberdaya ikan juga terjadi dimana-mana, bahkan kini potensi lestari perikanan tangkap dilaporkan hanya tersisa 20% yang bisa dimanfaatkan. Ekspansi nelayan kita yang memasuki wilayah negara tetangga juga semakin sering diberitakan dan diantaranya tidak jarang berujung pada pembakaran kapal ikan mereka, penahanan dan penembakan nelayan oleh otoritas di wilayah negeri seberang. Di dalam negeri intensitas konflik karena perebutan sumberdaya ikan juga semakin meningkat. Berdasarkan laporan beberapa media Dalam periode antara 2000 dan 2006 tidak kurang ditemukan 30 berita tentang kasus konflik perikanan baik berupa penahanan kapal, pembakaran kapal ikan, penembakkan nelayan, perkelahian dan pembunuhan, dan demonstrasi nelayan.

    Orientasi pembangunan perikanan dengan demikian perlu segera berubah dari kebiasaan mengejar target dan berorientasi ke luar kearah perbaikan kualitas hidup nelayan dan penyelamatan sumberdaya ikan. Perpaduan berbagai pola pengelolaan dengan demikian dibutuhkan. Pada tingkat lokal, pola pengelolaan berbasis masyarakat dapat diadopsi atau lebih diberdayakan. Pengakuan hak atas sumberdaya ikan dalam hal ini diperlukan atau dengan kata lain akses terhadap sumberdaya ikan oleh siapapun (open access) sudah saatnya dibatasi. Upaya ini perlu dipadukan dengan pengembangan industri pembenihan ikan untuk kebutuhan pengkayaan sumberdaya ikan dan pengembangan industri budidaya. Kerjasama antara daerah dan regional juga juga perlu diperkuat untuk menghindari berbagai konflik perikanan. Berkah sumberdaya yang masih tersedia dan beragam hanya membutuhkan kemauan dan kemampuan kita mengelola secara sungguh-sungguh, tidak hanya mengandalkan diri pada satu atau dua komoditi saja.

    Ami machi, 10 Januari 2008

    Let`s share knowledges, sciences, and experiences
    Technology, Partnership & Equality
  • Tsukiji, akhirnya nyampe juga di pasar ikan ini

    Akhirnya, setelah lama berencana ke pasar ikan ini, kesampeannya juga beberapa hari yang lalu. Cerita lengkapnya saya akan tulis pada kesempatan lain. Kali ini saya ajak untuk melihat beberapa jepretan saya di pasar ini dan untuk itu silakan klik disini. Oh yah, setelah melihat foto-fotonya silakan mampir baca websitenya pasar ikan ini disini. Nah, pasar ikan ini oleh Bestor dikatakan sebagai “The Fish Market at the Center of the the World”.
    Let`s share knowledges, sciences, and experiences
    Technology, Partnership & Equality
  • Pemburuan Tuna Sirip Biru Bagian II: Jepang Akhirnya Menyerah

    Pemburuan Tuna Sirip Biru Bagian II: Jepang Akhirnya Menyerah

    Di bawah bayang-bayang perebutan pengaruh dan juga sumberdaya tuna sirip biru (SBT) antara Australia dan Jepang, upaya menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan ini menemui sedikit titik terang beberapa hari yang lalu. Akhirnya Jepang menyerah dan menyatakan bersedia menerima penurunan jumlah kuotanya menjadi hanya separuh dari tahun sebelumnya, atau jatahnya kini tinggal 3000an ton di tahun 2007 nanti. The Guardian 16 Oktober yang lalu juga melaporkan setelah terjadi kesepakatan tersebut total kuota SBT juga menurun menjadi sekitar 11.000an ton dari 13.000an ton saat ini (coba perhatikan gambar di atas untuk kuota SBT untuk beberapa negara saat ini).

    Nah, kini Australia menjadi pemegang kendali dengan kuota tertinggi diantara negara-negara yang menangkap SBT saat ini. Australia tentu saja akan berperan penting dalam pengelolaan SBT. Namun demikian keuntungan yang menjanjikan dari eksploitasi ikan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Australia, apalagi seperti pernah saya tulis sebelumnya Jepang juga sangat percaya kalo Australia juga diduga melakukan kecurangan dengan mengekspor ikan-ikan berukuran kecil. Tapi yang menjadi pertanyaan berikutnya mau diapakan armada perikanan Jepang yang telah diinvestasikan untuk perikanan ini? Saya kira Jepang tidak akan berpangku tangan, dengan berkata “ya sudah”. Nurut saya sih sangat boleh jadi negeri sakura ini akan berupaya mendekati beberapa negara potnesial untuk membuat berbagai pola kerja sama penagkapan ikan seperti yang banyak terjadi pasca negara-negara pantai mengadopsi UNCLOS di awal 1980an (yang membatasi pergerakan perikanan Jepang). Kita tunggu saja kelanjutannya.

    Let`s share knowledges, sciences, and experiences
    Technology, Partnership & Equality