Cerita Kopi
Sambil #nyeruputkopi @kopikancane mengintip statistik konsumsi kopi Indonesia yang dilaporkan oleh @statista. Ternyata pertumbuhan konsumsi kopi kita sudah meningkat hampir empat kali lipat sejak tahun 1990. Angkanya lumayan besar yaitu setara dengan 4,8 juta karung kopi ukuran 60 kilogram pada tahun 2019/2020 lalu. Nampaknya konsumsi kopi masih akan terus tumbuh, termasuk ekspor kopi. Data Statista saya share di instragram ya.
Iseng-iseng saya cek perkembangan kedai kopi sekitar kampus #ugmyogyakarta melalui google earthpro, sangat terasa dan terlihat jelas pertumbuhan pesatnya. Kalau beberapa tahun lalu mudah sekali menemukan angkringan, sekarang kedai kopi berjamuran menggantikan angkringan. Tentu saja dalam perkembangnya ada yang berhasil dan ada yang segera tutup, kalah bersaing. Pemicunya tentu saja karena pertumbuhan kelas menengah dan populasi kaum muda yang lebih kosmopolitan yang memiliki gaya hidup dan preferensi tertentu atas produk ini (apa karena ini juga pilpres rebutan suara anak muda?). Tidak hanya raksasa dunia kedai kopi yang terus melebarkan sayapnya, tetapi produk kopi lokal juga semakin populer. Bahkan sekolah penyangrai kopi (barista) juga bermunculan di kota-kota.
Nah, cerita tentang kopi, salah satu yang paling menarik bagi saya adalah uraian Anthony Giddens, sosiolog terkemuka, untuk mengambarkan tentang imajinasi sosial. Kata Giddens, kira-kira: kopi, pada awal mulanya hanyalah minuman penyegar karena sebelum nyuruput kopi rasanya ada sesuatu yang terlewatkan (catatan pertama). Lalu kopi berkembang menjadi semacam obat karena mengandung kafein yang memberikan efek stimulasi pada otak (catatan kedua). Kalau pas mau ujian atau lembur pasti mencoba menikmati layanan kopi kan? Lalu para pengopi terhubung atau bahkan terjebak dalam serangkaian hubungan sosial dan ekonomi rumit, seperti yang mudah kita cermati di kedai-kedai kopi (catatan ketiga). Kalau sudah di kedai kopi kadang lupa waktu karena asiknya cerita dari persoalan hidup sampai sosial politik (eeh sambil main WA atau medsos😊). Sehingga tindakan menyeruput kopi menyiratkan proses pembangunan sosial dan ekonomi yang panjang (catatan keempat). Karena itu, kopi lalu menjadi salah satu produk yang menjadi inti perdebatan kontemporer mengenai globalisasi, perdagangan internasional yang adil, hak asasi manusia, dan perusakan lingkungan (catatan kelima).
Pasti bisa membayangkan kalau pas diseduh kopi Kilimanjaro, ia pasti melalui perjalanan yang panjang, barangkali membelah Samudra Hindia untuk sampai Jogja. Pun demikian dengan kalau menyeruput kopi amungme yang terkenal dari tanah Papua. Perjalanan panjang kopi ini untuk dapat kita nikmati, didalamnya mengambarkan persoalan logistik, pembangunan ekonomi lokal, dan barangkali isu hak asasi manusia dan persoalan lingkungan hidup. Bicara tentang kopi dengan demikian, bicara tidak sekadar minuman tetapi dimensinya begitu luas. Catatan kritis lainnya disampaikan oleh Gunter Pauli, konseptor ekonomi biru, silakan kita simak bareng-bareng ketika minum kopi kira-kira berapa ampas yang dihasilkan dari secangkir kopi? Tentu tidak sekadar ajakan ayo bijak minum kopi, ternyata banyak sekali inovasi dari ampas kopi sebagai input bagi kegiatan menghasilkan produk lainnya. Jadi yuk tetap nyuruput kopi, bil khusus kopi lokal ya…:)