Harga minyak dunia yang terus meningkat dan melampui angka US$140 per barel dalam hari-hari terakhir semakin memberikan pukulan berat bagi sektor perikanan. Apalagi telah diketahui bahwa 40-50% biaya operasional kapal ikan adalah untuk bahan bakar. Di Jepang, lebih dari 200.000 kapal ikan berencana untuk tidak melaut pada tanggal 15 Juli mendatang sebagai ungkapan protes terhadap kenaikan harga harga BBM dan upaya mendapatkan dukungan pemerintah atas permasalahan yang dihadapi nelayan (Asahi Shinbun 26/6/08). Seminggu sebelumnya juga telah dilaporkan oleh banyak media tentang berhenti beroperasinya 3.000 kapal penangkap cumi selama dua hari sebagai protes atas permasalahan tersebut. Protes dengan cara yang yang lebih kasar juga telah dilakukan oleh nelayan Perancis, yaitu dengan memblokade pelabuhan dan depot BBM (Reuters, 25/6/2008). Riak kenaikan harga minyak dunia nampak akan terus meluas dibanyak tempat, apalagi dalam waktu mendatang sangat dikhawatirkan harga minyak akan menyentuh US$ 200 per barel.
Industri perikanan di tanah airpun sudah barang tentu menghadapi dilemma yang sama. Namun demikian, tidak banyak pilihan yang dapat dilakukan oleh nelayan kita kecuali tetap melaut. Memilih protes dengan mensandarkan perahu seperti yang dilakukan oleh nelayan Jepang sama artinya dengan kehilangan peluang pendapatan untuk menghidupi keluarga. Apalagi industri perikanan kita sebenarnya tidak hanya dihadapkan pada masalah kenaikan harga BBM, tetapi juga semakin sulitnya mencari ikan. Kondisi ini dalam jangka pendek tentu saja membuat pilihan strategi adaptasi menjadi semakin terbatas. Karena itu, peran pemerintah untuk menyediakan bahan bakar dengan harga yang dapat dijangkau oleh industri perikanan skala kecil/menengah yang merupakan 3/4 dari total industri perikanan nasional kita saat ini akan sangat dibutuhkan.
Let`s share knowledges, sciences, and experiences
Technology, Partnership & Equality